Anatta Ajaran Buddha sering dikait-kaitkan dengan sains, namun kebanyakan bukan dikarenakan klaim-klaim penganutnya, tentu ada buddhis yang membahas ajaran Buddha dalam hubungannya dengan sains, ada yang membahasnya dengan ilmu cocoklogi (ilmu amatiran yang memperdalam teknik mencari-cari kesamaan dua hal yang tidak sama,
2 Tempat ibadah umat Buddha di.. Jawaban: Wihara. 3. Penyebaran Hindu dan Buddha di Indonesia dilakukan sendiri oleh orang-orang Indonesia merupakan teori. Jawaban: arus balik. 4. Salah satu pakar yang mengemukakan teori brahmana dalam penyebaran Hindu di Indonesia adalah. Jawaban: Van Leur. 5. Ajaran Hindu dan Buddha berasal dari
IntiAjaran Islam: Iman, Islam, dan Ihsan. Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu: Iman, Islam dan Ihsan. Dasarnya adalah hadits sebagai berikut: Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas
Didalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lair. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi sing dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah
TranslatePDF. HUBUNGAN ANTARA AGAMA DENGAN NEGARA DALAM PEMIKIRAN ISLAM Mahmud Ishak Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon Jln. Dr.H. Tarmizi Taher Kebun Cengkeh Batu Merah Atas Ambon E-mail: mahmudishak@ The study on relationship between religion and state is still debated to the present.
NcUf. Tiga Inti Ajaran Buddha – Pada hari Purnama Sidhi. Di bulan Magha, Yang Maha Suci Samma Sambuddha Gautama menyampaikan Ovada Patimokkha. Walaupun Buddha telah lama Parinibbana, senantiasa kami memuja. Semoga puja yang kami laksanakan membawa manfaat demi kebahagiaan dan kesejahteraan untuk selama-lamanya. Tidak Berbuat Kejahatan Tidak berbuat kejahatan berarti tidak melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kriteria tentang baik dan buruk sesuai ajaran Buddha ialah apa yang bermanfaat dan merugikan diri sendiri atau orang lain. Untuk memutuskan apakah suatu perbuatan benar atau salah, baik atau buruk, tepat atau tidak tepat dikerjakan, kita harus memeriksanya apakah ia melepaskan atau sebaliknya membawa keterikatan pada hawa nafsu. Mengapa? Ketidakterikatan akan membawa kebahagiaan dan kebebasan, sedangkan keterikatan mendatangkan penderitaan dan belenggu. Suatu perbuatan, entah dilakukan dengan jasmani, ucapan atau pikiran, yang dapat mengakibatkan kerugian atau menyakitkan, baik bagi diri sendiri, atau pihak lain, atau kedua-duanya, dinyatakan tidak baik; hasilnya penderitaan, akibatnya penderitaan. Perbuatan seperti itu tidak boleh dilakukan. Perbuatan yang baik tidak mengakibatkan kerugian atau menyakitkan, baik bagi diri sendiri atau pihak lain, atau kedua-duanya Majjhima Baik atau buruk jelas terkait dengan tujuan dan manfaat. Dalam pembicaraan dengan Pangeran Abhaya, diuraikan bahwa Buddha menahan diri untuk tidak mengemukakan hal-hal yang tidak bertujuan dan bermanfaat. Apa yang benar tidak perlu dikemukakan apabila tidak ada tujuan dan manfaatnya. Tetapi hal-hal yang benar walau tidak disenangi orang lain, harus dikemukakan apabila ada tujuan dan manfaatnya. Itu pun harus dilakukan pada saat yang tepat Majjhima ”Perbuatan yang telah dilakukan dinyatakan tidak baik jika menimbulkan penyesalan. Orang yang bersangkutan akan menerima hasil perbuatannya dengan wajah berlinang air mata, menangis. Perbuatan yang telah dilakukan, dinyatakan baik jika tidak menimbulkan penyesalan. Orang yang bersangkutan akan menerima hasil perbuatannya dengan hati yang senang gembira” Dhammapada. 67-68.Penilaian seperti ini diakui dapat bersifat subjektif, relatif terkait dengan kesukaan seseorang, sehingga harus dilakukan secara hati-hati. ”Si dungu merasakan perbuatan jahatnya semanis madu sepanjang buahnya belum masak, tetapi ketika waktunya tiba, penderitaan pun akan datang padanya” Dhammapada. 69 Dalam terminologi Buddhis, tidak berbuat kejahatan berarti melaksanakan moralitas sila yaitu menjunjung tinggi tata tertib atau peraturan-peraturan kedisiplinan atau etika. Ada lima sila Pancasila Buddhis yang dianjurkan untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Kelima sila tersebut, yaitu 1 tidak melakukan pembunuhan, 2 tidak melakukan pencurian, 3 tidak melakukan pelanggaran seksual, 4 tidak melakukan kebohongan, dan 5 tidak mengonsumsi minuman keras. Berbuatlah Kebajikan Kebajikan adalah kualitas-kualitas baik dan mulia dalam diri seseorang yang memungkinkan ia melakukan perbuatan baik yang menuntun pada pengikisan keserakahan, kebencian, dan kebodohan, dan pada akhirnya, dengan mengikutsertakan kebijaksanaan meraih pencerahan. Kualitas-kualitas ini contohnya kedermawanan, belas kasih, kejujuran, kedisiplinan, ketekunan, dan lain-lain. Setelah kita mengetahui apa itu kebajikan, kita dapat mulai mengekspresikannya melalui perbuatan-perbuatan baik. Perbuatan baik adalah semua tindakan melalui pikiran, ucapan, atau perbuatan yang mengarah pada pengikisan loba, dosa, dan moha. Atau bisa juga dikatakan sebagai semua tindakan melalui pikiran, ucapan, atau pikiran yang tidak berakar pada loba, dosa, dan moha. Kita dapat memulai perbuatan baik dari lingkungan terdekat kita, dari hal-hal yang kecil, sedikit demi sedikit. Sesungguhnya, seperti yang pernah disabdakan oleh Buddha untuk tidak memandang remeh perbuatan baik, tidak perbuatan baik yang remeh atau kecil, bila dilakukan sebagai kebiasaan, maka akan membuahkan kebahagiaan bagi diri kita dan orang lain. Motivasi setiap orang dalam berbuat baik bisa beraneka macam. Beberapa orang yang memiliki keyakinan tertentu mengatakan alasan mereka berbuat baik adalah untuk menaati perintah Tuhan, atau untuk mendapatkan pahala surgawi. Lainnya menyatakan mereka berbuat baik demi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan seperti itu tidaklah buruk, mengharapkan sesuatu yang baik seperti pahala surgawi atau kebahagiaan dalam kehidupan adalah hal yang cukup wajar dan pantas. Tetapi, bagi seorang umat Buddha, tujuan dari perbuatan baik seharusnya menjadi hal yang lebih tinggi daripada sekadar pahala surgawi atau kebahagiaan dalam kehidupan. Dalam hal ini kita dapat meneladan Bodhisatta. Jadi, bagi seorang umat Buddha, motivasi termulia dalam berbuat baik seharusnya adalah untuk meraih pencerahan, kebebasan sejati. Untuk itu, dalam setiap perbuatan baik, kita dapat mengucapkan tekad, ”semoga perbuatan baik yang saya lakukan ini dapat membuahkan pencerahan sejati bagi saya, kebebasan sejati seperti yang telah Buddha dan para Arahat raih. Semoga saya tidak akan terlahir kembali di rahim mana pun.” Dengan demikian perbuatan baik yang dilakukan bukan didorong oleh kepentingan sendiri, tetapi juga atas dasar rasa belas kasih dan kepedulian bagi semua makhluk. Dalam hal ini, sekali lagi kita dapat menengok teladan yang telah diberikan oleh Bodhisatta. Beliau menyempurnakan parami-Nya untuk meraih pencerahan sempurna sebagai seorang Buddha. Sebagai makhluk yang terlahir di alam manusia, ada banyak sekali jenis kebajikan yang dapat dilakukan. Dalam Dhammapada 53, Buddha bersabda bahwa dari setumpuk bunga dapat dibuat banyak karangan bunga. Demikian pula, dengan terlahir sebagai manusia ada banyak jenis perbuatan baik yang dapat dilakukan. Di dalam ajaran Buddha, jenis-jenis perbuatan baik itu dirangkum dalam sepuluh jenis, yaitu Bermurah hati DanaMengendalikan diri SilaBermeditasi BhavanaMenghormat ApacayanaMelayani VeyyavacaMelimpahkan jasa PattidanaBerbahagia atas jasa pihak lain PattanumodanaMendengarkan Dharma DhammasavanaMengajarkan Dharma DhammadesanaMeluruskan pandangan salah Ditthujukamma Sucikan Pikiran Ajaran Buddha adalah satu-satunya ajaran yang tidak hanya berakhir pada menghindari kejahatan dan melakukan kebajikan, tetapi juga mengajarkan pemurnian pikiran. Pikiran merupakan akar dari semua kejahatan dan kebajikan, dan yang menjadi sebab dari penderitaan maupun kebahagiaan sejati. Dalam agama Buddha, kebajikan saja tidaklah cukup. Kebajikan harus disertai dengan kebijaksanaan untuk dapat membawa kita menuju tujuan tertinggi Nibbana, kedamaian, kebebasan sejati. Kebijaksanaan di sini berarti tahu saat berarti tahu saat yang tepat dan bagaimana melakukan kebajikan itu. Tanpa kebijaksanaan kita bagaikan seekor burung yang salah satu sayapnya patah. Tanpa kebijaksanaan kita hanya akan menjadi orang baik hati yang bodoh. Kebijaksanaan dihasilkan oleh pengalaman, penalaran dan pengetahuan. Kebijaksanaan ini merupakan dasar dari perkembangan mental, moral, spiritual dan intelektual seseorang. Kebijaksanaan muncul bukan hanya didasarkan pada teori tetapi yang paling penting adalah dari pengalaman dan penghayatan ajaran berkaitan erat dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan. Singkatnya, kita mengetahui dan mengerti tentang masalah yang dihadapi, penyebab timbulnya masalah, masalah itu dapat dilenyapkan, dan cara untuk melenyapkan masalah tersebut. Secara garis besar, kebijaksanaan dapat timbul karena tiga hal, yaitu melalui belajar, melalui berpikir atau menyelidiki, dan melalui meditasi bhavana. Dalam hal ini, meditasi yang menghasilkan buah kebijaksanaan adalah meditasi pandangan terang, yaitu dengan melakukan perenungan terhadap jasmani, perasaan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran. Dengan demikian, seseorang akan dapat melihat hakikat kehidupan yang sesungguhnya, bahwa kehidupan selalu diliputi oleh ketidakkekalan, ketidakpuasan, dan ketiadaan inti yang kekal.
Agama Buddha dikenal memiliki ajaran yang paling kompleks dan dalam, banyak yang menyebut ajaran agama Buddha sebagai ilmu tingkat tinggi, yang mana mungkin sulit untuk dipahami. Padahal sebenarnya inti ajaran agama Buddha sangat sederhana lho, yaitu Tidak berbuat jahatPerbanyak perbuatan baikSucikan hati dan pikiran Hanya itu saja? Ya, sederhana sekali kan? Jika Anda kesulitan untuk memahami semua ajaran sang Buddha, bisa mulai dari 3 hal di atas sebelum mempelajari ajaran-ajaran sang Buddha secara lebih dalam. Tapi tau ga sih? Meskipun sederhana, ternyata melakukan 3 hal di atas itu tidak mudah lho. Silahkan Anda coba dan buktikan sendiri.
inti ajaran buddha dimana manusia pada dasarnya tidak bahagia disebut